Minggu, 10 Mei 2009

Teater Bastra Hidupkan Chairil Anwar

Salah Satu Penampilan Teater Patung Pada Malam Apresiasi Seni Chairil Anwar

Kalau sampai waktukuKu mau tak seorang kan merayuTidak juga kauTak perlu sedu sedan ituAku ini binatang jalangDari kumpulannya terbuangItulah sebait puisi berjudul Aku karya penyair Chairil Anwar yang dibacakan seniman-seniman Kalimantan Timur pada pagelaran Malam Apresiasi Seni Chairil Anwar (MASCA) di Lapangan Sekolah Guru Olahraga (SGO) FKIP Universitas Mulawarman, 25-26 April lalu. Acara tahunan Teater Bastra FKIP Unmul ini sengaja digelar untuk memperingati wafatnya Si Binatang Jalang --julukan Chairil Anwar-- yang jatuh bertepatan Selasa (28/4) kemarin.Sosok penyair kelahiran Medan 26 Juli 1922 memberikan inspirasi kepada ribuan seniman di Indonesia, tak terkecuali di Kaltim. Chairil Anwar disebut sebagai sosok pujangga yang berani mendobrak peradaban sastra Indonesia pada tahun 1945. Untuk mengenang perjuangan beliau, teater Bastra kembali menggelar MASCA di tahun keempatnya. Hebatnya, MASCA keempat ini dihadiri sekitar 300 pecinta seni se-Kaltim dan menampilkan sekitar 15 kelompok teater yang saling bergantian mengisi malam seni memperingati sang pujangga angkatan 45, Chairil Anwar.Salah satu penampilan heroik diperlihatkan oleh kelompok teater Patung asal Samarinda. Aksi teatrikal berjudul Pujangga yang Terluka yang dimainkan 40 teatris dari anak-anak sekolah ini sangat memberi arti perjuangan Chairil Anwar. "Karya ini menceritakan tentang kegelisahan, kemarahan, kesedihan seorang seniman yang mana karyanya selalu dipatahkan oleh orang- orang yang mengatasnamakan seniman untuk kepentingan pribadinya saja," kata Alex, sutradara Pujangga yang Terluka.Sementara itu, Ketua Teater Bastra, Fenny Risma Kumayas tidak menyangka banyaknya jumlah pecinta seni yang hadir menyaksikan pagelaran seni tersebut. "Acara MASCA ini memang rutin kami gelar setiap tahun. Ini tahun yang keempat. Dan luar biasa jumlah peminatnya," kata Fenny. Menurut Fenny, Chairil Anwar adalah sosok pendobrak sastra di Indonesia yang berani menciptakan karta seni puisi yang tidak terikat dengan aturan sastra pada masa itu. "Inti dari kegiatan ini adalah, kami mengajak siapapun masyarakat di Indonesia untuk berani menampilkan karya seninya, dalam bentuk apapun juga," pungkasnya.(eza)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar